Senin, 14 Mei 2012

Apa Itu Kangen



Ini rasa yang kerap kita bantah dan kita sangkal. Bahkan ada yang setengah mati menghindari untuk mengaku bahwa rasa ini sedang merajai. Sesekali mungkin kamu selalu bertanya, “Apakah dia kangen padaku?” atau “Bolehkah aku merindukannya?”. Namun sedetik kemudian kamu malah tersadar jika kalian sudah tidak lagi bersama. Dan yang tersisa dari kebersamaan itu hanya sekeping CD lagu kesayangan darinya. Atau game lucu yang didownloadkan ke PC dirumah. Atau satu ikat edelweiss yang dipetik secara special untuk kita yang pernah menduduki tempat tertinggi di singgasana hatinya. Lalu kamu malah terganggu dengan satu kata sederhana yang maknanya sangat menyiksa. “Dia kangen aku nggak, ya?
Keadaan apa itu sebenarnya? Ketika semua yang kamu lakukan terasa selalu salah dan tidak berarti. Disaat ketidaksadaran mengguna-guna lalu akhirnya kamu memilih cabut les atau kuliah pada jam kedua karena tiba-tiba saja ingin melihat foto-foto kalian dulu. Ingin, karena merasa sesuatu yang masih juga disanggah mati-matian. Ketika mau mengerjakan tugas sejarah namun yang kamu tulis di bukumu adalah bagaimana manisnya dia ketika memberimu kejutan saat pesta ulang tahunmu tahun lalu. Ketika mama memintamu mengambilkan gula di dapur namun yang disodorkan pada Ratu Rumah Tangga itu adalah botol merica.
Kangen!
Ternyata kamu belum sepenuhnya melepaskan apa yang sudah tidak lagi bersamamu sekarang. Ternyata kamu baru tahu bagaimana bekunya ditinggalkan atau merajamnya rasa kehilangan. Ternyata kamu baru sadar betapa sakitnya ketika diharuskan alam untuk mengingat hal remeh, konyol dan sangat tidak wajar yang pernah dia lakukan untuk membuatmu selalu tersenyum karenanya. Ternyata ketika kamu sadari ada banyak kekhawatiran yang dia tunjukan namun kadang kamu malah menganggap sebagai kekangan. Ternyata betapa seringnya dia melakukan hal kecil namun sangat bermakna yang tak kalah heronya dari seorang pahlawan. Seperti bersedia menjemputmu malam-malam di tengan hujan karena kamu tak juga dapat angkot atau taksi sepulang les bahasa inggris. Atau rela menunggumu di salon berjam-jam sampai nyaris jenggotan.
Manis.
Tapi itu semua sudah berlalu. Kamu sudah tidak lagi ada dalam kondisi yang menghangatkan jiwa itu. Kamu sudah tidak dapat mengulang hari kemarin karena waktu memang tidak bisa dikembalikan. Lalu kamu akan mencari segala bentuk pelampiasan agar ‘objek kangen’ tersebut tidak menyaksikan ‘kejatuhan’ kamu secara terbuka. Kamu masih saja mengelak dan mengatakan, “Tidak kok. Aku tidak apa-apa.”
Namun di saat ego lagi-lagi tidak mau diberi pengertian, kamu kembali berusaha mencari tahu kabar terbarunya dari beberapa teman. Atau pura-pura mengirimkan pesan nyasar agar dia merespon lalu obrolan dapat dimulai. Atau kamu akan minta tolong diantar mencari buku bekas untuk bahan ujian matematika dengan alasan kamu mendapat nilai E dan mengantisipasi agar tidak mengulang mata kuliah memuakan itu semester depan.
Lagi-lagi, tidak ada pengakuan.
Kangen! Mengaku saja apa susahnya. Rindu, ingin jumpa. Katakan saja, apa masalahnya?
Namun ternyata perkaranya tidak semudah itu. Dia sepertinya sudah tidak memiliki sedikitpun ketertarikan bahkan hanya untuk membalas sms kamu. Atau kenyataan lainnya adalah ketika kamu sadar matamu memanas karena mendengar dia sedang dekat dengan seseorang.
Lantas apa? Masihkah kamu mau memegang egomu lalu memilih menelan sakit hati sendiri tanpa dia tahu kamu (mungkin) masih mengharapkannya kembali.
Entahlah. Rasanya kamu masih tidak juga mengalah pada hati dan perasaanmu sendiri lalu mengatakan, “Oke, aku kangen kamu. Silakan kalau tidak mau peduli, karena aku yang memulai rasa ini”
Tetap tidak keluar juga. Kalimat itu hanya bergema di balik perasaan dan terus menekan. Terlalu menekan karena itu kita nyaris kesulitan mengambil udara yang melegakan. Paru-paru saja tidak pernah mengelak jika dia selalu merindukan udara setiap detiknya. Mengapa harus malu? Lagi… ego yang selalu menujukan siapa dirinya. Dan kamu akan memilih menikmati kangen itu sendiri tanpa bersedia memberi kesempatan padanya untuk tahu atau bisa jadi merasakan kangen itu bersama.
Namun jika kondisi ini menyerangku, aku mungkin akan lumpuh dan memilih mengaku. Karena sepertinya UUD kita tidak ada yang menyebutkan tentang larangan untuk mengangeni seseorang. Jadi masih sah dan wajar aku rasa… kecuali jika memang dia sudah berstatus “SOLD OUT” karena baru saja meminang perempuan lain. Tidak mungkin kan kita berurusan dengan suami orang :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar